14 Agustus 2013 aku menandatangani formulir pengajuan
asuransi jiwa tipe unit link. Bayar premi 500 ribu per bulan, manfaat
yang kuperoleh (laki-laki, 37 tahun, kelas pekerjaan 1) adalah:
- Jika meninggal dunia setelah 70 tahun: 250 juta (sampai usia <100 tahun)
- Jika meninggal dunia sebelum 70 tahun: 400 juta (+250 juta tsb di atas)
- Jika kecelakaan dengan akibat meninggal atau cacat : 245 juta (sampai usia <65 tahun)
- Jika cacat total tetap : 240 juta
- Jika sakit kritis (49 penyakit kritis) : 250 juta (sampai usia <70 tahun)
- Payor (pembebasan premi dan dibayari premi oleh perusahaan jika
terdiagnosis penyakit kritis atau mengalami cacat tetap total) sampai
usia 65 tahun.
Ada juga nilai tunai di akhir tahun kesepuluh sebesar Rp 26.947.000
(asumsi pertumbuhan 18%). Nilai tunai ini belum menyamai premi total
yang kubayarkan selama 10 tahun (60 juta), karena mengambil porsi
asuransi yang maksimal. Tak mengapa, karena memang tujuanku adalah
proteksi, bukan investasi.
Kalau memang tujuannya proteksi, kenapa tidak ambil asuransi murni? Kan bisa lebih murah?
Alasannya ada sembilan.
Pertama, aku ingin asuransi yang menyediakan keempat manfaat
di atas. Aku tidak tahu adakah asuransi murni (tradisional) yang
menyediakan empat manfaat tsb sekaligus, dengan harga yang kompetitif.
Apakah keempatnya harus diambil? Menurutku, ya. Karena asuransi jiwa
murni saja tidak cukup. Bagaimana kalau kecelakaan tapi tidak mati,
melainkan cacat? Kalau hanya mengambil asji murni, tentu UP-nya tidak
cair. Sejauh ini tidak ada metode yang ampuh untuk mencegah kecelakaan.
Berhati-hati saja tidak cukup, karena bisa saja penyebabnya kecerobohan
orang lain. Satu-satunya cara hanyalah berdoa mengharap perlindungan
dari Tuhan.
Tentang manfaat sakit kritis, sebetulnya aku pribadi yakin dengan
pola hidupku yang sekarang ini, aku tidak akan mengalami sakit kritis,
kecuali mungkin saat hendak meninggal. Tapi aku juga tahu potensi itu
ada. Bapakku alhamdulillah kondisi masih sehat di usianya yang ke 71 tahun. Ibuku sewaktu mudanya sehat, siapa menyangka akhirnya ada benjolan di payudaranya sejak 2006, merasa sehat tapi ternyata 2011 terpaksa di-kemoterapi, radiasi dll yang menghabiskan dana hampir 300 juta (menghabiskan tabungan sendiri), sekarang alhamdulillah sehat walau masih recovery.
Mengambil manfaat sakit kritis adalah tindakan jaga-jaga, karena
penyakit model begini biaya berobatnya mahal. Tentunya harapanku adalah
tetap sehat sentosa selamanya.
Sedangkan manfaat payor menjamin bahwa rencana keuanganku, yakni
mendapat proteksi jiwa sekaligus investasi, tetap berjalan apa pun yang
terjadi pada diriku, sekalipun sakit kritis, cacat total, dan tidak bisa
bekerja. Boleh dikatakan, payor benefit adalah “asuransi atas
asuransi”. Ya, asuransi kita pun perlu diasuransikan lagi. (Di sini aku
teringat ungkapan dalam dunia sufi: “Bahkan istigfar kita pun perlu
diistigfarkan lagi”).
Kedua, aku ingin asuransi jiwa yang bisa berlaku seumur hidup, bukan sampai usia tertentu saja. Asuransi jiwa murni (termlife)
paling banter hanya sampai 70 tahun, itu pun dengan premi yang sangat
mahal selewat usia 50. Dengan unit link, aku punya keleluasaan apakah
tetap sampai 100 tahun ataukah kubatalkan pada usia tertentu (misalnya
70 tahun).
Dengan demikian, pada usia 70 tahun, seandainya masih hidup,
aku bisa punya pilihan apakah akan mewariskan uang 250 juta (kemungkinan
nanti nilainya tidak seheboh sekarang akibat inflasi) kepada
keluargaku, ataukah membatalkan asuransi jiwaku dan mengambil hasil
investasi yang ada (di ilustrasi nilainya mencapai 165 juta).
Dan apabila aku "pindah dunia" sebelum 70 tahun, maka keluargaku tidak akan kehilangan penghasilan karena aku sudah siapkan 650 juta untuk di-depositokan.
Pilihan semacam ini tidak akan kuperoleh di asuransi murni termlife.
Memang, menurut teori para perencana keuangan, orang tua umur 70 tahun
tidak butuh asuransi jiwa karena hartanya diasumsikan sudah bejibun
berkat hasil investasinya sejak masa muda. (Iya kalau sukses. Kalau
bangkrut?).
Tapi punya pilihan tentu lebih menyenangkan. Jika untuk
punya pilihan itu aku harus membayar lebih, ya oke-oke saja. Dengan
mengambil unit link sekarang, aku bisa menikmati biaya asuransi atau cost of insurance
(COI) yang jauh lebih murah di masa tua, dibanding termlife. Dan dana
untuk membayar COI itu tidak usah dipikirkan karena akan tertutupi oleh
hasil investasi (dengan asumsi kondisi ekonomi sehat, dan tentunya kita
mengharapkan demikian. Jika kondisi ekonomi tidak sehat, bukan hanya
unit link yang rugi; semua investasi juga rugi, dan asuransi murni juga
bisa mengalami gagal bayar klaim).
Ketiga, ada nilai tunai hasil investasi yang akan digunakan
untuk merawat manfaat asuransi sampai masa berlakunya berakhir, atau
jika butuh uang bisa diambil sebagian tanpa membatalkan manfaat
asuransi.
Keempat, unit link menyediakan fasilitas cuti premi, yang
memungkinkan diriku:
1) berhenti menyetor premi untuk sementara
(beberapa bulan) jika karena satu dan lain hal aku mengalami kesulitan
finansial. Pemberhentian ini tidak otomatis membatalkan polis asuransi
karena ada unit investasi yang akan membayarkan biaya asuransi dan
administrasi. Setelah keuanganku pulih, aku bisa kembali meneruskan
setoran premi;
2) membayar premi lebih singkat (rencanaku 10 tahun)
untuk mendapatkan proteksi lebih panjang.
Fasilitas ini mungkin bisa direplikasikan jika aku mengambil terpisah
(TL+TD), dengan cara membayar premi lanjutan dari retur reksadana. Tapi
kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi jika uang sudah di tangan
kita.
Kelima, belum tentu asuransi murni lebih murah daripada unit
link. Memang jika hanya membandingkan unit link vs termlife
murni+reksadana, unit link akan kalah, termasuk dalam jangka panjang.
Namun jika unit link dibandingkan dengan termlife+(kecelakaan+sakit
kritis+payor)+reksadana, aku yakin unit link lebih unggul, termasuk
dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, unit link akan lebih tampak
lagi keunggulannya. Menurutku, unit link dirancang untuk diambil dengan
manfaat yang beragam, bukan satu manfaat saja. Dengan mengambil minimal 2
atau 3 manfaat tambahan, keunggulan unit link akan lebih tampak.
Keenam, jelas unit link lebih praktis daripada mengambil
asuransi terpisah dengan investasi. Kepraktisan adalah nilai lebih dari
suatu produk, sebab bisa membantu kita menghemat waktu, tenaga, dan
pikiran. Jika untuk kepraktisan ini kita membayar sedikit lebih mahal,
itu lumrah. Apalagi jika lebih murah.
Ketujuh, dalam unit link ada agen yang sudah berkomitmen
untuk melayani nasabah jika melakukan klaim. Ini juga nilai tambah yang
tidak boleh diremehkan. Jika untuk fasilitas ini kita membayar lebih
mahal, tak masalah. Apalagi jika lebih murah.
Kedelapan, kemampuan keuanganku saat ini hanya memungkinkan
aku bayar premi secara bulanan, sedangkan beberapa produk term life yang
sudah kusurvai, bayarnya hanya bisa tahunan. Biarpun ada term life yang
misalnya menawarkan premi 3 juta utk UP 1 miliar, saat ini aku tidak
sanggup bayar sekaligus. Lagi pula, seperti kusebutkan di atas,
kebutuhan proteksiku bukan hanya UP jiwa.
Kesembilan, dengan alasan etis dan religius, aku hanya ingin asuransi yang syariah. Produk term-life yang murah-murah tsb pada umumnya belum syariah. Sedangkan term-life syariah preminya lebih mahal, ridernya tidak lengkap, dan aku tidak yakin ada renewal guarantee (garansi perpanjangan).
Produk unit link yang kuambil ini jenisnya syariah. Dan rata-rata penyedia unit link memiliki produk syariah.
Kesimpulan: Aku yakin unit link masih lebih baik daripada asuransi murni, dengan catatan:
1. Manfaat proteksinya dimaksimalkan. Perbesar uang pertanggungan
meninggal, kecelakaan, dan sakit kritis, sampai jumlah maksimal yang
diizinkan oleh program unit link tersebut sesuai premi yang kita
bayarkan.
O ya, di sini aku tidak mengambil manfaat kesehatan karena sementara
ini aku masih punya kartu Jamsostek dari kantor. Aku tidak tahu
berapa plafonnya (kurasa tidak besar), tapi cukuplah untuk sekadar sakit
biasa dan dirawat inap di kamar paling murah. Lagi pula pemakaiannya
jarang, karena jika aku sakit, aku pilih dibekam saja daripada ke rumah
sakit.
2. Tidak salah memilih produk. Mengapa? Karena unit link berbeda-beda
dalam segi manfaat yang bisa diberikan dan biaya yang dikenakan.
Sebelum memutuskan yang sekarang ini, aku telah melakukan survai
terhadap 5 produk unit link (P, T, A, A, dan A). Insya Allah yang
kuambil ini adalah yang terbaik (manfaat paling besar, biaya paling
rendah).
3. Agennya berkualitas. Jika anda bertemu agen asuransi, tanya berapa
lama dia sudah jadi agen. Semakin lama insya Allah semakin baik,
tandanya sudah pengalaman. Tapi juga jangan terlalu tua. Kalau bisa
seumuran, sebab dia akan melayani kita seumur hidup kita. Kalau dia
meninggal lebih dulu, kita bisa kehilangan fasilitas dilayani agen,
kecuali agen di atasnya mau menggantikan.
Itulah beberapa pertimbangan yang kuambil sebelum memutuskan membeli
unit link. Sebelumnya aku sempat anti dengan unit link setelah membaca
saran beberapa perencana keuangan yang menganjurkan pemisahan antara
asuransi dan investasi. Tapi kupikir para penyedia unit link pun membaca
kritik-kritik yang dialamatkan kepada produk mereka. Ada yang sudah
memperbaiki produknya, sebagian lagi belum.
Dan aku memilih produk unit link yang kelihatannya telah
disempurnakan untuk siap menghadapi kritik tsb. Salah satu cirinya, dulu
produk ini mengenakan biaya akuisisi 195%, sekarang biaya akuisisinya
145% dan bisa turun menjadi 118,7% jika aku membayar premi rutin hingga
10 tahun (produk ini memberikan ekstra 5,26% untuk porsi investasi sejak
tahun keenam).
Demikian sekadar sharing. Jadi kita tidak sekadar anti dengan unit
link tanpa punya pertimbangan yang komprehensif menyangkut sisi
kelebihan dan kelemahan suatu produk. Termlife murah, tapi tidak bisa
seumur hidup. Unit link lebih mahal, tapi bisa seumur hidup. Selain itu
termlife saja belum cukup; kita juga butuh asuransi kecelakaan dan sakit
kritis.
Unit link memberikan manfaat-manfaat tambahan yang biaya
asuransinya akan lebih murah dibanding harus mengambil satu-satu secara
terpisah. (Di sini saya belum punya perbandingan dalam bentuk angka,
tapi saya yakin setidaknya dalam jangka panjang unit link lebih murah).
Kemudian dari segi investasi, memang reksadana bisa menghasilkan
retur yang lebih maksimal. Tapi tentunya kita mengambil unit link bukan
dengan tujuan investasi, melainkan proteksi. Hasil investasi yang ada
itu fungsinya untuk membayar biaya-biaya asuransi, sehingga sebaiknya
tidak kita ambil, kecuali disisakan sejumlah dana yang cukup untuk
berkembang sendiri agar kita tidak lagi harus membayar premi.
pertimbangan pribadi A P, nasabah unitlink Allisya Protection Plus
Financial Consultant : Estri Heni (0817 028 4743)
sharing pengalaman A S, nasabah unitlink Allisya Protection Plus
Financial Consultant: Y H