Selama pencarian saya
terhadap asuransi jiwa yang tepat, saya belajar banyak hal dan menemukan
informasi dari para Penasehat Keuangan terkenal, bahwa : hanya pencari nafkah
utama yang wajib memiliki proteksi Asuransi Jiwa. Pertimbangannya adalah:
ekonomi keluarga akan terganggu apabila terjadi resiko pada pencari nafkah
utama. Sedangkan anak kecil, remaja, lajang yang bekerja, dan orang tua yang
memasuki masa pensiun tidak perlu asuransi jiwa.
Apabila mengacu secara
definisi “asuransi jiwa diperlukan untuk melindungi perekonomian keluarga yang
terganggu”, pertimbangannya tentu akan berbeda apabila terjadi kasus seperti di
bawah ini.
Contoh:
1. Seorang anak terdiagnosa kanker butuh biaya
sangat besar untuk pengobatannya. Apakah
hal ini dapat mengganggu ekonomi keluarga?
Apakah kondisi ini tidak perlu proteksi Asuransi Jiwa?
Okelah, si anak
diproteksi dengan Asuransi Kesehatan.
Untuk kondisi penyakit biasa, asuransi kesehatan cukup membantu. Namun, asuransi kesehatan memiliki limit
sesuai plan yang diambil.
Kenyataannya, seorang
yang menderita sakit kritis seperti kanker, jantung, terpaksa harus menjalani
terapi pembedahan kompleks yang biayanya jauh di atas limit yang disediakan
asuransi kesehatan tersebut.
Dalam kondisi ini,
bila anak hanya diproteksi asuransi kesehatan, tentu orangtuanya akan “nombok”
banyak, bukan? Apakah hal ini tidak mengganggu ekonomi keluarga (orangtua)?
Berdasarkan
pertimbangan tersebut, pertanggungan berupa santunan sakit kritis juga
diperlukan bagi anak. Pertanggungan jiwa
mungkin tidak terlalu penting bagi anak.
Tapi karena pada asuransi yang ada, pertanggungan sakit kritis merupakan
rider (asuransi tambahan) yang menyertai asuransi dasar (pertanggungan jiwa),
maka untuk mendapatkan pertanggungan sakit kritis seorang anak harus mengambil
pertanggungan jiwanya.
2. Seorang pensiunan seringkali dianggap sudah
tidak memiliki nilai ekonomis karena anak-anaknya sudah tidak bergantung
padanya.
Faktanya? Justru masih banyak
pensiunan yang masih menjadi tempat bergantung anak-anaknya. Bukan hanya terjadi pada keluarga
miskin. Keluarga mapan pun tidak semua
anaknya mampu menjalani hidup secara mandiri.
Pada akhirnya banyak pensiunan yang akan ganti bergantung pada anaknya
pada saat-saat tertentu.
Seperti kasus
sebelumnya. Saat si pensiunan menderita
sakit kritis yang perlu biaya besar, seringkali anak-anaknya harus “patungan”
membiayai pengobatan orangtua mereka.
Jadi, apakah si pensiunan perlu perlindungan terhadap sakit kritis? PERLU!
Pertanyaan:
Umumnya rider sakit
kritis hanya sampai usia 85 tahun. Lalu
bagaimana apabila usia si pensiunan sudah tidak dapat dilindungi oleh
perlindungan sakit kritis? Apakah masih perlu ambil perlindungan jiwa hingga
usia 99 tahun?
Jawaban kasus:
Seorang usia 87 tahun,
sakit kritis, butuh biaya 1 milyar, punya 5 anak. Dari 5 anak tersebut, hanya 1 anak yang rejekinya berlebih, sisanya
hanya cukup untuk keluarga masing-masing secara mandiri. Meskipun demikian, tentu anak-anaknya akan
mengusahakan yang terbaik walau apapun hasil akhirnya yang mungkin terjadi.
Apabila sang Ayah
punya asuransi jiwa sebesar 1 Milyar, akan sangat bijak apabila anak yang punya
rejeki lebih “nalangin” dulu biayanya.
Mungkin menggadaikan rumah atau cari pinjaman atau cara lain. Jadi, saat sang Ayah meninggal, uang
pertanggungan 1 Milyar tadi bisa digunakan untuk mengembalikan aset si anak yang
digunakan untuk nalangin biaya tersebut, kan?
Dengan berbagai
pertimbangan dan kepentingan tersebut, keputusan
tetap ada pada Anda.
Namun utamanya, saya
tetap menyarankan Anda untuk memiliki
proteksi jiwa (Asuransi Jiwa) bagi
pencari nafkah utama.
Pilihlah asuransi jiwa dengan premi murah, memberi manfaat berlimpah
yang melindungi Anda dari berbagai “jurusan”.
Diskusikan kebutuhan
Anda dengan Agen berlisensi yang memahami kemampuan financial Anda, untuk mendapatkan solusi terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar