Kamis, 15 Agustus 2013

Siapa Saja Yang Perlu Proteksi Asuransi Jiwa?




Selama pencarian saya terhadap asuransi jiwa yang tepat, saya belajar banyak hal dan menemukan informasi dari para Penasehat Keuangan terkenal, bahwa : hanya pencari nafkah utama yang wajib memiliki proteksi Asuransi Jiwa. Pertimbangannya adalah: ekonomi keluarga akan terganggu apabila terjadi resiko pada pencari nafkah utama. Sedangkan anak kecil, remaja, lajang yang bekerja, dan orang tua yang memasuki masa pensiun tidak perlu asuransi jiwa.

Apabila mengacu secara definisi “asuransi jiwa diperlukan untuk melindungi perekonomian keluarga yang terganggu”, pertimbangannya tentu akan berbeda apabila terjadi kasus seperti di bawah ini.

Contoh: 

1.  Seorang anak terdiagnosa kanker butuh biaya sangat besar untuk pengobatannya.  Apakah hal ini dapat mengganggu ekonomi keluarga?  Apakah kondisi ini tidak perlu proteksi Asuransi Jiwa?

Okelah, si anak diproteksi dengan Asuransi Kesehatan.  Untuk kondisi penyakit biasa, asuransi kesehatan cukup membantu.  Namun, asuransi kesehatan memiliki limit sesuai plan yang diambil.
Kenyataannya, seorang yang menderita sakit kritis seperti kanker, jantung, terpaksa harus menjalani terapi pembedahan kompleks yang biayanya jauh di atas limit yang disediakan asuransi kesehatan tersebut.

Dalam kondisi ini, bila anak hanya diproteksi asuransi kesehatan, tentu orangtuanya akan “nombok” banyak, bukan? Apakah hal ini tidak mengganggu ekonomi keluarga (orangtua)?

Berdasarkan pertimbangan tersebut, pertanggungan berupa santunan sakit kritis juga diperlukan bagi anak.  Pertanggungan jiwa mungkin tidak terlalu penting bagi anak.  Tapi karena pada asuransi yang ada, pertanggungan sakit kritis merupakan rider (asuransi tambahan) yang menyertai asuransi dasar (pertanggungan jiwa), maka untuk mendapatkan pertanggungan sakit kritis seorang anak harus mengambil pertanggungan jiwanya.


2.  Seorang pensiunan seringkali dianggap sudah tidak memiliki nilai ekonomis karena anak-anaknya sudah tidak bergantung padanya.   

Faktanya? Justru masih banyak pensiunan yang masih menjadi tempat bergantung anak-anaknya.  Bukan hanya terjadi pada keluarga miskin.  Keluarga mapan pun tidak semua anaknya mampu menjalani hidup secara mandiri.  Pada akhirnya banyak pensiunan yang akan ganti bergantung pada anaknya pada saat-saat tertentu.

Seperti kasus sebelumnya.  Saat si pensiunan menderita sakit kritis yang perlu biaya besar, seringkali anak-anaknya harus “patungan” membiayai pengobatan orangtua mereka.  Jadi, apakah si pensiunan perlu perlindungan terhadap sakit kritis? PERLU!


Pertanyaan: 

Umumnya rider sakit kritis hanya sampai usia 85 tahun.  Lalu bagaimana apabila usia si pensiunan sudah tidak dapat dilindungi oleh perlindungan sakit kritis? Apakah masih perlu ambil perlindungan jiwa hingga usia 99 tahun?

Jawaban kasus:

Seorang usia 87 tahun, sakit kritis, butuh biaya 1 milyar, punya 5 anak.  Dari 5 anak tersebut, hanya   1 anak yang rejekinya berlebih, sisanya hanya cukup untuk keluarga masing-masing secara mandiri.  Meskipun demikian, tentu anak-anaknya akan mengusahakan yang terbaik walau apapun hasil akhirnya yang mungkin terjadi.

Apabila sang Ayah punya asuransi jiwa sebesar 1 Milyar, akan sangat bijak apabila anak yang punya rejeki lebih “nalangin” dulu biayanya.  Mungkin menggadaikan rumah atau cari pinjaman atau cara lain.  Jadi, saat sang Ayah meninggal, uang pertanggungan 1 Milyar tadi bisa digunakan untuk mengembalikan aset si anak yang digunakan untuk nalangin biaya tersebut, kan?



Dengan berbagai pertimbangan  dan kepentingan tersebut, keputusan tetap ada pada Anda.  

Namun utamanya, saya tetap menyarankan Anda untuk memiliki proteksi jiwa (Asuransi  Jiwa) bagi pencari nafkah utama.   

Pilihlah asuransi jiwa dengan premi murah, memberi manfaat berlimpah yang melindungi Anda dari berbagai “jurusan”.  

Diskusikan kebutuhan Anda dengan Agen berlisensi yang memahami kemampuan financial Anda, untuk mendapatkan solusi terbaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar