Semua orang pasti pernah mengalami masalah keuangan. Entah itu karena
sesuatu hal yang merupakan kesalahan Anda sendiri (seperti terlalu
banyak menggunakan kartu kredit untuk berbelanja), maupun akibat kondisi
yang datang tiba-tiba dan mendesak sifatnya. Contohnya, Anda mengidap
suatu penyakit yang biaya perawatannya benar-benar menguras tabungan
Anda.
Namun pada umumnya, setiap orang bisa saja mengalami masalah keuangan
akibat kesalahan dalam pengelolaannya. Meski begitu, tidak ada kata
terlambat kok, jika Anda ingin memperbaikinya.
Berikut hal-hal mendasar yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam mengatur keuangan:
Berikut hal-hal mendasar yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam mengatur keuangan:
1. Merasa tak punya waktu untuk mengelolanya
Banyak dari kita yang sering mengeluh tidak punya waktu. Tetapi dari 24
jam dalam sehari yang Anda miliki, benarkah Anda betul-betul tak
memiliki waktu? Tentu saja sebenarnya Anda mempunyai waktu; Anda hanya
tidak memberikan prioritas untuk menjadwalkan pengelolaan keuangan.
Kalau sepulang dari kantor Anda sudah merasa begitu lelah, cobalah
menjadwalkan pengelolaan uang ini pada Sabtu pagi. Dari membayar
tagihan-tagihan, mencatat berbagai pengeluaran selama seminggu, atau
memelajari program-program investasi yang ditawarkan bank. Selalu ingat,
semakin Anda menunda pekerjaan ini, semakin sulit Anda menjadikan
pembukuan keuangan sebagai kebiasaan Anda.
2. Tidak melakukan perencanaan keuangan
Kata merencanakan keuangan, atau mencatat pengeluaran, sering membuat
orang mundur. Memangnya penting ya, mencatat setiap receh yang Anda
keluarkan, atau membatasi setiap pengeluaran meskipun itu hanya membeli
kopi dan sepotong donat? Mungkin memang tak perlu sejelimet itu. Namun
ada cara yang lebih praktis untuk melacak kemana perginya uang Anda.
Salah satunya, dengan menggunakan satu amplop selama seminggu atau
sebulan, seperti saat Anda mendapat uang saku mingguan dari orangtua
Anda.
"Cara itu masih pantas dilakukan untuk mengetahui berapa yang Anda
habiskan dalam seminggu atau sebulan, dan ini bisa diterapkan untuk
seluruh anggota keluarga, dari Anda, suami Anda, anak-anak," kata Peter
Sander, penulis buku The Pocket Idiot's Guide to Living on a Budget.
Terserah bagaimana Anda menggunakan uang tersebut, apakah untuk membeli
pulsa, makan siang di kantor atau di luar kantor, atau hanya untuk
transportasi. Kemudian, siapkan pula amplop untuk jajanan di luar
kebutuhan tersebut, seperti membeli kopi, cemilan, majalah, atau apapun.
Syaratnya, batasi pengeluaran Anda sebanyak uang yang terdapat di dalam
amplop. Jangan menambahkan uang ke dalam amplop, seolah-olah amplop
tersebut adalah ponsel yang pulsanya harus diisi ulang.
3. Terlalu banyak -atau terlalu sedikit- utang
Siapa bilang utang itu selalu berakibat negatif? Utang tidak akan
menghancurkan hidup Anda jika Anda bisa memanfaatkannya untuk kehidupan
Anda selanjutnya. Dengan utang, Anda bisa melanjutkan sekolah, bisa
membeli apartemen yang kemudian Anda sewakan (sehingga pembayaran sewa
bisa Anda gunakan untuk membayar cicilannya), bahkan bisa menyediakan
modal usaha untuk Anda. Takut berutang kadang-kadang bisa membuat Anda
kehilangan kesempatan; namun terlalu banyak berutang -apalagi jika utang
tersebut melebihi kemampuan Anda untuk membayar cicilannya- bisa
mengakibatkan kekacauan dalam kondisi keuangan Anda.
4. Bergantung pada asuransi
Anda menyadari bahwa saat ini orang Indonesia sudah mulai "insurance
minded". Anda lega karena sudah membeli sebuah produk asuransi jiwa
sejak 10 tahun lalu, yang preminya masih harus Anda bayarkan selama 20
tahun ke depan. Anda tidak ingin membeli produk asuransi ataupun
investasi lainnya, karena merasa tanggung jawab Anda untuk menyediakan
suatu bentuk pengamanan terhadap hidup Anda telah dilakukan. Sayangnya,
Anda lupa mempertimbangkan, inflasi bisa menyebabkan pembayaran manfaat
asuransi 20 tahun mendatang mungkin sudah tidak terlalu besar nilainya.
Apalagi jika Anda memilih produk asuransi dengan nilai premi terendah.
Kompas.com : Sherly Lunardi