Selasa, 26 November 2013

6 Kesalahan Keuangan Yang Dilakukan Orangtua Baru



Saat pasangan memutuskan untuk memiliki anak, artinya mereka sudah sadar konsekuensi yang akan didapat terutama dalam hal keuangan. Sayangnya para orangtua baru sering melakukan enam kesalahan keuangan berikut ini.

Saat baru memiliki bayi, Anda dan pasangan tentu tengah dilimpahi kebahagiaan. Perhatian Anda dan suami juga seringkali hanya fokus pada kebutuhan utamanya, seperti susu, pakaian, popok dan makanannya.

Dengan segala kesibukan dalam mengurus bayi itu, Anda dan suami pun jadi melupakan kalau si kecil juga perlu dipikirkan perencanaan keuangannya. Kenapa perencanaan keuangan ini penting dipikirkan sejak dini, agar masa depan anak nantinya lebih terjamin.

Sayangnya tidak sedikit orangtua yang melakukan kesalahan keuangan saat baru memiliki bayi. Berikut enam kesalahan itu seperti dikutip dari MSN:

1. Tidak Punya Asuransi Jiwa

Ketika Anda dan pasangan menjadi orangtua, memiliki asuransi jiwa sangat diperlukan. "Jika salah seorang dari Anda meninggal, Anda harus memastikan kebutuhan yang ditinggalkan tetap bisa terpenuhi," ujar ahli perencanaan keuangan asal California, Lynn Ballou.

Ballou menambahkan meskipun Anda atau pasangan sudah mendapatkan asuransi jiwa dari kantor, hal itu tetap belum cukup. Ia pun menyarankan belilah produk asuransi saat Anda dalam kondisi sehat, jangan menunggu sakit karena akan lebih mahal.

2. Membeli Asuransi Jiwa untuk Bayi

Marilyn Capelli, ahli perencanaan keuangan asal Michigan mengatakan membeli asuransi jiwa untuk bayi sebenarnya tidak perlu dilakukan. "Anda membeli asuransi jiwa untuk seseorang hanya jika meninggalnya orang itu membuat kondisi keuangan memburuk," katanya.

Asuransi jiwa untuk bayi perlu dimiliki jika memang anak memiliki kondisi kesehatan yang tidak baik. "Jarang sekali anak sehat akan memiliki masalah kesehatan saat dewasa," ujar Capelli.

3. Menunda Menabung untuk Kuliah Anak

Tidak sedikit orangtua yang mulai menabung untuk biaya kuliah saat anak memasuki usia SMA. Jika hal itu dilakukan, sudah sangat terlambat.

"Waktu terbaik untuk memulai adalah saat anak baru lahir," tutur ahli perencanaan keuangan asal Maryland, Amerika Serikat.

Sekarang ini ada berbagai cara untuk mulai mengumpulkan uang yang akan dipakai sebagai biaya kuliah anak. Selain dengan menabung, Anda juga bisa melakukannya dengan berinvestasi. Namun yang perlu diingat, setiap investasi baik itu emas atau reksadana memiliki risiko masing-masing.

4. Melupakan Dana Pensiun

Saat Anda dan pasangan menabung untuk biaya kuliah anak, Anda merasa keuangan Anda di masa depan sudah aman. Anda dan suami pun jadi lupa kalau sebenarnya setiap pasangan seharusnya juga memikirkan dana pensiun.

"Menabung untuk dana pensiun seharusnya adalah yang pertama dilakukan, dana kuliah di urutan kedua," jelas Ballou. "Anda, suami dan anak bisa memikirkan cara lain bagaimana bisa tetap sekolah. Akan lebih buruk jika anak Anda malah harus membiayai Anda saat Anda dan suami pensiun," tambahnya.

5. Boros Dalam Hal Berbelanja Kebutuhan Bayi

Semakin tinggi pendapatan, semakin besar juga pengeluaran Anda dan pasangan untuk membesarkan anak. Menurut data dari Department of Agriculture di Amerika Serikat, pada 2003, seorang anak yang lahir di 2003 dengan pendapatan orangtuanya lebih dari US$ 65.400 setahun, pengeluaran untuk membesarkannya butuh uang lebih dari US$ 344 ribu. Uang tersebut hanya cukup untuk si anak sampai berusia 18 tahun.

Maryland berpendapat, banyak orangtua berpikir apa yang mereka keluarkan untuk anak semuanya memang penting. Padahal sebenarnya tidak. Faktanya, tidak sedikit orangtua yang mengakui mereka cukup boros di tahun pertama kelahiran dan sebelum si bayi lahir.

"Orangtua baru berpikir mereka membutuhkan semuanya, ingin semuanya sempurna, dan tidak memikirkan biayannya," ujar Maryland.

Oleh karena itu sebelum mulai membeli perlengkapan anak, orangtua baru seharusnya membuat rencana pengeluaran. Anda dan pasangan juga jangan malu untuk memakai barang bekas untuk perlengkapan tertentu seperti stroller dan tempat tidur. Yang perlu diingat, perlengkapan yang dibeli tersebut sebagian besar hanya terpakai selama setahun. Untuk baju malah tidak sampai setahun, Anda sudah harus membelinya lagi.

6. Bekerja atau Jadi Ibu Rumah Tangga?

Beberapa wanita tidak cukup bijak menjawab pertanyaan ini. Tanpa pertimbangan matang, ada yang memilih berhenti bekerja karena ingin sepenuhnya mengasuh si kecil.

Jawaban pertanyaan tersebut sebenarnya mudah saja. Jika pendapatan pasangan cukup untuk memenuhi pengeluaran untuk anak, menjadi ibu rumah tangga tentu pilihan yang baik.

Namun sebelum memutuskan, ada beberapa faktor keuangan yang perlu diperhatikan. Salah satu yang penting adalah keuntungan yang didapat dari kantor jika Anda bekerja, seperti biaya kesehatan anak.

"Buatlah perbandingan apa saja keuntungan dari Anda bekerja atau tidak. Pikirkan juga bagaimana pengeluaran lainnya bisa terpenuhi," ujar Downey.



sumber:
http://www.wolipop.com/read/2011/09/02/124023/1714620/1133/6-kesalahan-keuangan-yang-dilakukan-orangtua-baru
.





Belum punya asuransi jiwa?
Pertimbangkan untuk buka polis Alliya Protection Plus dengan manfaat ini.

Hubungi Estri Heni untuk permintaan ilustrasi Anda.

Selasa, 12 November 2013

Rawat Jalan Itu Tidak Perlu Pakai Asuransi



Dialog berikut ini saya tujukan untuk mereka yang suka menanyakan asuransi rawat jalan. Semoga bermanfaat.

Z          : Aku baca di tulisan “Asuransi Rawat Jalan, Perlukah?”, katamu asuransi rawat jalan itu tidak perlu. Kenapa emangnya?
A          : Lho, katanya udah baca, kok nanya lagi?
Z          : Sori, cuma pengen denger langsung dari orangnya.
A          : Oke. Menurut kamu, sakit yang bisa berobat jalan itu sakit kayak apa?
Z          : Hmm, yang aku pernah alami sih, batuk pilek sama demam. Tadinya pakai obat warung, udah tiga hari gak berenti. Trus aku pergi ke Rumah Sakit. Diperiksa-periksa sama dokter, dikasih obat, habis itu mendingan.
A          : Habis berapa waktu itu berobatnya?
Z          : Buat dokternya 175 ribu, obatnya 90 ribu. Total 265 ribu.
A          : Punya gak uang segitu?
Z          : Ada sih.
A          : Nah, berarti gak perlu pakai asuransi kan?
Z          : Tapi kan, kalau ada asuransi lebih enak.
A          : Jadi asuransi itu buat cari enak?
Z          : Emangnya buat apa?
A          : Asuransi itu untuk cari perlindungan. Perlindungan keuangan dari hal-hal yang tidak sanggup kita tanggung.
Z          : Oo gitu ya. Soalnya aku punya temen, kalau berobat jalan gitu tinggal kasih kartu, pulang gak pake bayar.
A          : Temenmu itu dapat asuransi rawat jalan dari mana?
Z          : Dari kantornya.
A          : Nah, kalau ada dari kantor ya alhamdulillah, tinggal dipakai saja.
Z          : Aku gak ada rawat jalan dari kantor. Adanya cuma rawat inap.
A          : Kalau gak ada, gak usah repot nyari-nyari. Toh pakai uang sendiri pun sanggup, iya kan?
Z          : Iya sih. Tapi kamu jual kan askes rawat jalan?
A          : Ada. Tapi kalau mau ambil rawat jalan, harus ambil rawat inap. Jadi kamu punya askes rawat inap dari kantor, bisa mubazir. Kalau kamu pakai askes dari kantor dulu, askes sininya yang mubazir karena yang namanya askes kalau pakai kartu dia gak bisa dobel klaim.
Z          : Oo gitu ya. Kalo preminya sendiri gimana?
A          : Kalau rawat inap, preminya murah manfaatnya lumayan. Tapi rawat jalan itu preminya mahal banget, manfaatnya kecil.
Z          : Berapa?
A          : Contoh, kalau rawat inap, untuk dapat plan kamar yang 500 ribu sehari, preminya 2,3 juta per tahun. Tapi rawat jalan untuk plan yang sama, preminya 3,2 juta per tahun. Total kalau ambil rawat inap + rawat jalan, preminya 5,5 juta per tahun. (Cek di Tabel Premi Allisya Care)
Z          : Wah, mahal juga ya. Lalu manfaatnya segimana?
A          : Untuk rawat jalan plan 500, manfaatnya untuk konsultasi dokter umum 85 ribu per kunjungan, dokter spesialis 175 ribu per kunjungan, obat-obatan 4 juta per tahun, ada lagi untuk pemeriksaan diagnostik dan fisioterapi. Dan semua itu sistemnya reimburse, bayar dulu baru klaim. Selain itu, yang ditanggung asuransi cuma 80%, sisanya ditanggung sendiri (co-share, bagi risiko). (Cek di Tabel Manfaat Allisya Care).
Z          : Wah, jadi total manfaatnya untuk obat-obatan 4 juta ya? Gak jauh beda sama preminya ya.
A          : Emang. Kalo menurutku, daripada uang 3,2 juta itu disetorkan ke asuransi, mendingan dijadikan dana darurat. Sewaktu-waktu kena pilek trus ke dokter, tinggal pakai. Yakin deh, dalam setahun gak bakal habis kalau cuma utk rawat jalan.
Z          : Hmm, betul juga sih. Oke deh terima kasih.
A          : Sama-sama, terima kasih kembali :) .


Asuransi Rawat Gigi, Kacamata, dan Melahirkan
Z          : Nanya lagi boleh?
A          : Ya silakan, kawan.
Z          : Kalau rawat gigi gimana, perlu gak pakai asuransi?
A          : Prinsipnya sama. Biaya rawat gigi berapa sih? Kalau masih mampu pakai uang sendiri, kenapa repot-repot pakai asuransi?
Z          : Oo gitu. Kalau rawat kacamata?
A          : Itu sih lebih-lebih lagi gak perlu asuransi. Emangnya dalam setahun berapa kali ganti kacamata? Dan harga kacamata berapa sih?
Z          : Hmm, gitu ya. Kalau untuk melahirkan, gimana?
A          : Menurut saya juga tidak perlu. Pertama, melahirkan itu bukan musibah, tapi anugerah. Asuransi itu fungsinya untuk jaga-jaga dari musibah, khususnya musibah yang biayanya berat kalau ditanggung sendiri. Kedua, biaya melahirkan itu relatif tidak besar. Kalau mau melahirkan di bidan, biayanya paling cuma 1 jutaan. Kalau di rumah sakit, lahir normal tak sampai 10 juta. Masih bisalah pakai uang sendiri, asalkan disiapkan dari awal kehamilan.
Z          : Kalau cesar gimana?
A          : Ya siapkan juga antisipasi dananya untuk lahir cesar. Alasan ketiga, premi asuransi melahirkan itu mahal sekali. Misal ingin ditanggung sebesar 10 juta (lahir normal) atau 20 juta (lahir cesar), maka preminya 10 jutaan per tahun. (Cek Tabel Manfaat dan Tabel Premi di atas).
Z          : Hmm, kalau punya uang 10 juta, mendingan ditabung sendiri ya.
A          : Betul banget. Selain itu, kalau dibelikan asuransi, belum tentu manfaatnya terpakai.
Z          : Kenapa?
A          : Karena untuk ambil asuransi melahirkan, statusnya harus dalam keadaan belum hamil. Kalau sudah hamil tidak bisa, karena ada masa tunggu 280 hari atau 9 bulan 10 hari. Kalau ambil asuransi melahirkan tapi ternyata tidak hamil, berarti uangnya hangus ngus ngus. Bahkan kalau hamilnya telat, misalnya baru hamil 4 bulan atau lebih setelah ambil asuransi, sama juga tidak terpakai, karena masa berlaku polisnya satu tahun.
Z          : Jadi, kalau ambil asuransi melahirkan, harus hamil dalam waktu paling lambat 3 bulan ya setelah polis jadi?
A          : Tepat sekali, baru manfaatnya terpakai.

Asuransi Yang Wajib Diambil
Z          : Oke deh, makasih pencerahannya. Jadi, asuransi apa yang mestinya kita ambil?
A          : Asuransi yang mesti diambil, ukurannya satu: Kalau sebuah risiko biayanya terlalu berat untuk ditanggung sendiri, atau bahkan tidak akan sanggup kalau ditanggung sendiri, berarti WAJIB pakai asuransi.
Z          : Contohnya?
A          : Contohnya risiko meninggal dunia, cacat tetap, dan penyakit kritis.
Z          : Wah, itu sih memang berat sekali akibat keuangannya. Kalau rawat inap?
A          : Askes rawat inap pada umumnya perlu untuk sebagian besar orang. Tapi untuk orang yang punya cukup uang, katakanlah dia punya gaji bulanan di atas 20 jutaan dan bisa menyisihkan sepertiga penghasilannya, atau dia punya dana darurat 100 jutaan, bisa jadi tidak perlu ambil askes rawat inap.
Z          : Kenapa?
A          : Askes rawat inap itu fungsinya untuk sakit biasa, contohnya tipes, DBD, diare, usus buntu. Biayanya saat ini antara 5 sampai 20 jutaan, dan kalau rumah sakitnya yang mahal, mungkin bisa sampai 50 juta. Memang cukup besar, tapi kalau dihitung-hitung, angka itu cuma sekali atau dua kali gaji bulanan. Kalau punya simpanan dana darurat 100 jutaan, habis 50 juta pun tak masalah. Pulang dari RS tinggal cari uang lagi.
Z          : Oke, masuk akal penjelasannya. Terima kasih.
A          : Sama-sama, terima kasih telah mendengarkan :) []





http://myallisya.wordpress.com/2013/11/02/rawat-jalan-itu-tidak-perlu-pakai-asuransi/#more-2264

Kamis, 07 November 2013

UP Jiwa Saja Belum Cukup



Banyak orang yang merekomendasikan pemisahan asuransi dan investasi hanya menyebut termlife (asuransi jiwa berjangka) sebagai alternatif pengganti unit link. Padahal UP jiwa saja belum cukup, terutama bagi orang usia muda dan produktif (di bawah 50 tahun). Kenapa? Karena pada dasarnya orang muda itu tidak akan meninggal hanya karena faktor usia. Memang yang namanya mati itu tidak kenal umur. Tapi melihat usia harapan hidup orang Indonesia yang sekitar 65 tahun, maka jika orang meninggal jauh di bawah usia itu, besar kemungkinan penyebabnya adalah faktor lain.

Apa biasanya penyebab orang muda meninggal dunia? Pertama, kecelakaan. Kedua, sakit. Sakit macam-macam, bisa sakit kritis, penyakit menular, atau sekadar sakit perut.


Orang yang hanya mengambil asuransi jiwa berjangka, jika ia mengalami kecelakaan lalu mati, uang pertanggungan jiwa dapat langsung cair dan diterima ahli warisnya. Tapi jika kecelakaan itu tidak langsung mengirim dia ke alam lain, maka persoalan belum selesai. Jika ia cacat, tentunya UP jiwa tidak bisa keluar, tapi biaya hidup tetap jalan dan makin sulit karena orang cacat tidak akan bisa bekerja sebaik sebelumnya.

Begitu pula mengalami sakit kritis pun belum tentu bikin meninggal. Orang muda usia daya tahan tubuhnya masih relatif kuat, sehingga ketika dia sakit, mungkin dia tetap hidup tapi berbaring saja di rumah atau di RS. Jelas orang seperti ini pun tidak bisa bekerja secara optimal.

Oleh karena itu, asuransi jiwa murni saja tidak cukup. Seseorang masih under-insured jika hanya memiliki polis asuransi jiwa murni. Dia boleh dikatakan belum aman secara keuangan. Risiko terburuk bukan hanya kematian. Bahkan kematian bukanlah risiko terburuk, karena begitu mati selesai sudah. Kesulitan hidup hanya dialami orang yang ditinggalkan, jika yang meninggal merupakan tulang punggung keluarga.

Ada risiko lain yang lebih buruk dari kematian, yaitu cacat (total maupun tidak) dan sakit kritis sehingga hidup tidak mati pun enggan. Jadi, selain asuransi jiwa, asuransi kecelakaan dan asuransi sakit kritis juga sangat perlu dimiliki.

Tinggal persoalannya sekarang, apakah ketiganya (jiwa, kecelakaan, sakit kritis) harus diambil terpisah ataukah sekaligus dalam satu paket. Tentunya di sini ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.

Pertama, biaya. Mana yang lebih murah, mengambil terpisah atau sekaligus. Soal biaya ini juga harus dilihat dalam jangka panjang, bukan jangka tertentu saja.
Kedua, jangka waktu. Butuhnya sampai usia tertentu saja atau seumur hidup.
Ketiga, kemudahan dan kepraktisan. Jelas, satu polis yang mengkover sekaligus lebih praktis daripada beberapa polis.

Demikian untuk jadi pertimbangan.

Selanjutnya, beberapa tawaran bisa anda pertimbangkan di sini:

1. 600 Ribu Dapat Total UP > 2,5 M
2. 1 Juta Dapat Total UP > 4 M


Mari berasuransi.  Selamat memilih...



Sumber:
http://myallisya.wordpress.com/2011/12/15/termlife-saja-belum-cukup/

Rabu, 06 November 2013

5 Fungsi Asuransi Penyakit Kritis

m
Asuransi penyakit kritis (Critical Illness) memiliki 5 fungsi:
1. Membiayai pengobatan penyakit kritis.
2. Membiayai perawatan setelah pengobatan penyakit kritis
3. Mengganti penghasilan yang hilang selama atau karena tidak bisa bekerja
4. Mencegah kehilangan aset dan jeratan utang.
5. Memelihara kepercayaan diri.

Uang pertanggungan penyakit kritis mungkin memenuhi empat fungsi pertama, mungkin pula beberapa fungsi saja, atau mungkin saja satu fungsi pun tidak tercukupi. Oleh karena itu, UP proteksi penyakit kritis harus besar, lebih besar dari biaya untuk berobat, dan masih ada sisanya untuk biaya perawatan lanjutan, mengganti penghasilan, dan membayar utang (jika sebelumnya terpaksa berutang). Semua itu bermanfaat membawa seseorang pada fungsi kelima: terjaganya kepercayaan diri karena terhindar dari perasaan membebani orang lain.

Berapa UP penyakit kritis yang ideal? Dari segi dampaknya, penyakit kritis memiliki dampak keuangan yang setara dengan peristiwa meninggal dunia, atau malah lebih besar. Jadi, idealnya, UP penyakit kritis sama dengan UP jiwa. Tapi berapa pun itu, UP penyakit kritis tetap berguna untuk mengurangi beban hidup.

Penyakit kritis itu sebagian besar tidak datang tiba-tiba, tapi hasil dari akumulasi kebiasaan dan gaya hidup yang tidak sehat. Apalagi zaman sekarang, macam-macam sebab orang jadi sakit. Stres pekerjaan, polusi udara, rokok, kebanyakan duduk dan kurang olahraga, aneka makanan mengandung bahan kimia, dll. Kadar gula darah, asam urat, kolesterol, dan menumpuknya lemak, berperan memicu timbulnya penyakit kritis. Semua itu terkumpul sedikit demi sedikit, menumpuk terus, seringkali tanpa disadari.

Penyakit kritis adalah sejenis penyakit yang datangnya perlahan-lahan, pengobatannya memerlukan waktu lama, sembuhnya perlahan-lahan, dan harus disertai perubahan gaya hidup dengan disiplin yang ketat. Jika tidak dapat disembuhkan, maka bisa berakibat hilangnya kemandirian hidup. Dan jika sampai pada umurnya, maka proses ke arah sana pun umumnya perlahan-lahan.
Jadi, siapkan diri anda menghadapi kondisi terburuk dalam hidup.

Di Allianz, asuransi penyakit kritis tersedia sebagai rider (proteksi tambahan) dalam asuransi jiwa Tapro Allisya Protection Plus. Ada 49 penyakit kritis yang ditanggung (baca di sini). Klaim bisa diajukan ketika tertanggung pertama kali terdiagnosa salah satu dari 49 penyakit kritis, tanpa harus menjalani perawatan terlebih dahulu. (Keterangan lebih lanjut, silakan baca di Apa Itu Critical Illness).

Asuransi melindungi Jiwa atau Nilai Ekonomi Nasabah?



— Saya pernah menyimak pendapat beberapa orang tentang hidup. Ada yang bilang : “Hidup itu urusan Tuhan. Mengasuransikan jiwa kita berarti mendahului kehendak Tuhan.”

Begitu kira-kira. Dan faktanya, memang cukup banyak orang yang alergi mendengar kata ‘asuransi jiwa’. Lucunya, mereka yang alergi dengan asuransi jiwa ini sama sekali tidak sungkan untuk mengasuransikan mobil, motor atau rumah yang mereka miliki.

Makanya, tidak mengejutkan jika mayoritas pemilik kendaraan bermotor melindungi nilai ekonomi kendaraannya dengan asuransi, sementara hanya sekitar 3% saja orang Indonesia yang secara sadar melindungi nilai ekonomi dirinya dengan asuransi jiwa.

Sebenarnya asuransi jiwa bukan untuk melindungi jiwa kita. Melainkan melindungi nilai ekonomi diri kita. Misalnya, jika saat ini kita mampu menyediakan 5 juta rupiah setiap bulan untuk keluarga kita hidup dengan layak, maka asuransi jiwa membantu kita untuk menjamin agar kehidupan ekonomi keluarga kita dengan 5 juta rupiah pengeluaran itu bisa terus terjaga, ‘meskipun’ terjadi sesuatu yang menyebabkan kita tidak mampu lagi menghasilkan uang sejumlah itu. Kita tidak berharap ’sesuatu’ itu terjadi.

 
Namun siapa yang bisa memastikan masa depan?

Oleh karena itu, coba renungkan: Jika nilai ekonomi mobil atau rumah kita saja dilindungi, mengapa kita tidak melindungi nilai ekonomi diri kita? Apakah mobil atau rumah lebih berharga dari diri kita sendiri?

Jika kita karyawan, coba di cek apakah perusahaan tempat kita bekerja sudah menyediakan asuransi jiwa bagi kita. Perusahaan-perusahaan yang baik biasanya menyediakan asuransi jiwa bagi karyawan-karyawannya. Namun ada 2 hal yang perlu kita lakukan:



Pertama, tanyakan kepada HRD, apakah asuransi yang disediakan itu hanya berlaku selama kita bekerja di perusahaan itu, atau bisa dilanjutkan sendiri seandainya kita berhenti bekerja.

Pada umumnya jika karyawan resign atau pensiun, maka asuransi jiwanya secara otomatis akan terputus. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan untuk membeli asuransi jiwa sendiri. Kecuali jika kita berencana untuk bekerja terus sebagai profesional.

Tetapi, perlu dipertimbangkan juga, jika kita pensiun, apakah perlindungan itu bisa dibawa pergi sebagai paket pensiun atau tidak.

Kedua, jika perusahan telah menyediakan asuransi jiwa yang bisa kita kelola sendiri (bisa dibawa pergi dan dilanjutkan sendiri) maka mungkin sudah waktunya untuk melakukan perencanaan keuangan atau biaya sekolah anak-anak di masa depan.

Memang ada orang yang lebih suka menabung setiap bulan di bank, dan tidak diambil-ambil. Tidak masalah jika kita bisa berdisiplin demikian. Tetapi, jika tidak, mungkin asuransi pendidikan bisa menjadi jalan keluarnya.

Selain dari itu, asuransi pendidikan mempunyai kelebihan dari sisi perlindungan, yang tidak dimiliki oleh tabungan pendidikan.

Prinsipnya: jika terjadi ’sesuatu’ pada diri kita, maka anak-anak kita tetap mendapatkan jaminan pembiayaan pendidikan sesuai dengan yang kita rencanakan.

Sekalipun kita tidak berminat untuk membeli polis asuransi, kita tidak perlu sungkan untuk berkonsultasi dengan agen asuransi. Tidak ada ruginya jika kita memahami mekanisme perencanaan keuangan model ini.

Paling tidak, kita bisa membandingkannya dengan strategi perencanaan keuangan yang saat ini kita jalankan. Meskipun kita tidak membeli polis asuransi dari mereka, mereka biasanya dengan senang hati membantu kita untuk mendesain rencana keuangan jangka panjang kita. Artinya, kita bisa mendapatkan konsultasi gratis tentang perencanaan keuangan kita. Lumayan kan?

Saat ini asuransi sudah banyak yang dikombinasikan dengan investasi. Jadi, anda akan mendapatkan benefit perlindungan, sekaligus melihat porsi uang yang anda bayarkan sebagai tabungan atau investasi yang terus bertumbuh dan berkembang.




sumber http://qnoyzone.blogdetik.com 
oleh: Dadang Kadarusman